Warna-Warni Perjalanan ke Belitung (Part 2): Menerjang Badai saat Hoping Island

Warna-Warni Perjalanan ke Belitung (Part 2): Menerjang Badai saat Hoping Island

Idealnya, kalau liburan ke pantai atau pulau pilihlah cuaca yang cerah ceria sehingga enak di badan dan juga di foto. Lha, di luar kuasa kami ternyata hari ketiga di Belitung hujan masih saja turun dengan lebatnya. Namun, rencana yang telah dibuat tak mungkin dibatalkan karena waktu yang sangat terbatas. Akhirnya kami pun tetap melaksanakan jadwal sesuai itinerary yang telah dibuat sebelumnya.

Rencana yang telah dibuat memang berjalan walaupun ada banyak kendala ketika kita mengarungi pulau-pulau. Bahkan sempat amazing sendiri ketika ternyata kami mampu bertahan di situasi badai. Sampai sekarang saya sendiri masih amazing atas ‘kenekatan’ kami. Walaupun sempat nggak sanggup saat perjalanan mengarungi pulau-pulau, toh sekarang momen itu jadi momentum tak terlupakan dan bikin ngakak saat dikenang kembali.

Terperangkap Hujan Badai di Hoping Island

Hari ketiga pagi itu ketika hujan belum juga reda mengguyur Belitung. Dari jendela hotel saya menatap gerimis yang masih mengguyur jalanan. Rupanya hujan belum puas mengguyur bumi Belitung walau seharian kemarin sudah turun sepanjang hari. Saya dan suami pun ke bawah untuk sarapan dan betapa kagetnya saat membaca koran di lobi hotel karena selain banjir di akses jalan menuju Belitung Timur, kemarin juga ada angin kencang di Manggar tepatnya di Pantai Serdang. Jadi saat kami makan di Seafood Ayung BB sore hari itu setelah peristiwa angin kencang. Saya berucap syukur karena ternyata rombongan kami masih diberi perlindungan.

(Baca juga: Warna-Warni Perjalanan ke Belitung (Part 1): Terjebak Banjir Banjir Menuju Belitung Timur)

Pagi itu saya, suami, Rian, Tomi, Manda, dan Mas Elton berencana untuk tur ke pulau-pulau atau Hoping Island dari Pelabuhan Tanjung Kelayang. Pagi itu masih gerimis dan matahari masih enggan memantulkan sinarnya. Usai sarapan, kami pun dijemput supir dari Mulia Rental Group, Pak Atok, untuk menuju Tanjung Kelayang lalu tur keliling pulau selama 4-5 jam. Hari itu, kami optimis cuaca akan cerah karena pagi hari hanya tersisa gerimis di sepanjang jalan.

Tur keliling pulau pun dimulai sekitar pukul 10.00. Setelah ganti baju renang dan mengenakan pelampung, kami pun menuju kapal motor yang dimaksud. Ada beberapa pulau yang akan kami datangi yaitu Pulau Pasir, Pulau Kepayang, Pulau Lengkuas, dan Pulau Batu Garuda plus snorkling di antara pulau-pulau tersebut. Semuanya sudah ada dalam rencana.

Tujuan pertama kami adalah Pulau Pasir. Pulau ini adalah semacam gundukan pasir yang muncul saat laut surut, Ketika air sudah pasang maka pulau akan menghilang. Pulau Pasir ini sangat kecil namun sangat nyaman untuk bermain pasir, berenang, atau hanya berendam. Sekitar lebih dari 30 menit kami menghabiskan waktu di sana hingga akhirnya hujan turun semakin deras dan kami pun melanjutkan perjalanan.

(Baca juga: Menjumput Keindahan di Pulau Leebong, Belitung)

wajah masih berseri di pulau yang pertama (Photo by: Ima Satrianto)

Perjalanan kami pun dilanjutkan menuju Pulau Lengkuas, pulau yang terkenal dengan mercusuarnya sekaligus sebagai pulau yang terjauh. Udara dingin, hujan yang tak kunjung reda, dan air laut yang terlalu mengombang-ambing membuat saya masuk angin dan tidak menikmati perjalanan. Padahal, jika matahari bersinar terang hamparan air laut dan pulau-pulau itu akan terlihat begitu indah. Saat hujan pun, air laut masih terlihat kebiruan, ini pertanda jika memang pemandangan di sekitar sana bagus.

Kami pun sampai di Pulau Lengkuas dan disambut hujan deras dan badai. Saya sudah terlanjur kedinginan sampai menggigil. Untuk menghangatkan badan, saya dan teman-teman pun beli minuman dan juga mie instant cup dengan uang hasil pinjam ke driver kami, Pak Atok, haha. Iyaa, saking dingin dan terburu-burunya, kami semua nggak ada dan nggak sempat bawa uang sama sekali dari kapal. Minuman panas yang dipesan pun cepat jadi dingin karena udara memang dingin sekali. Namun, minuman itu lumayan mengurangi mengigilnya kami di sana.

(Baca juga: Menikmati Pulau Leebong Saat Turun Hujan)

sempat foto walau kedinginan (Photo by: Ima Satrianto)

Mungkin kami kurang beruntung saat Hoping Island. Pasalnya, sudah dingin, hujan terus-menerus, eh ndilalah mercusuarnya sedang ditutup karena sedang proses renovasi pengecatan. Jadilah kami malah menghangatkan diri di balik mercusuar, sambil makan mie instant cup barengan, dan ngobrol sama penjaga mercusuar. Kalau dibayangin sekarang sih moment ini lucu dan bikin ngakak antara saya, Riant, dan Manda. Tapi pas realtime-nya waktu itu sungguh kami menderita, kayak tikus kedinginan karena abis kecemplung air, hahaha.

Baca Juga:   Jangan Menyerah! Akulah Sang Pejuang

Saking dinginnya, suami saya bahkan sembunyi di dekat kandang penangkaran tukik karena di situlah salah satu spot hangat saat hujan deras melanda Pulau Lengkuas. Dia terlihat kayak anak ilang dari kejauhan. Sementara saya dan yang lainnya memilih berendam di air laut yang ternyata lebih hangat. Tapi ketika bangkit dari air tetap saja brrrr dingin banget.

Selepas dari Pulau Lengkuas kami pun melanjutkan perjalanan untuk mencari spot snorkling. Saya udah KO hampir tumbang. Dari bidadari kece yang foto-fotoan dengan selendang berkibar, jadi lemah lunglai karena masuk angin nggak kuat dingin. Belum lagi ombak di tengah laut yang mengombang-ambingkan kapal bikin perut tambah mual. Akhirnya ketika yang lain satu per satu turun ke air buat snorkling, saya bertahan di atas kapal sama suami karena muntah-muntah, hahaha. Foto model amatiran yang cemen emang nih saya.

Tetap profesional walau kedinginan, hahaha (Photo by: Ima Satrianto)
Model sudah di ujung sana tak sanggup berdiri, hahaha (Photo by: Ima Satrianto)

Eh tapi memang saat itu kondisi sangat nggak kondusif buat snorkling. Tomi dan Riant pun menyerah setelah turun beberapa menit karena eneg terombang-ambing air laut. Hanya Manda dan Mas Elton yang masih semangat dan belum menyerah. Saya, suami, Tomi, dan Riant sudah KO di atas kapal, haha. Kami pun akhirnya tidur aja menjelang perjalanan ke Pulau Kepayang, pulau terakhir yang disinggahi. Di Pulau Kepayang inilah kami akan makan siang. Akhirnyaaaaa. Lihat makanan rasanya kayak udah nggak makan dari SD.

Makan siang kami lakukan di sebuah resto di Pulau Kepayang. Setelah menggigil parah akhirnya bertemu juga dengan makanan, yeaayyy. Ini mungkin akibat saya terlalu sedikit sarapan (hanya makan bubur di hotel) sebelum Hoping Island jadi akhirnya malah masuk angin. Sampai Pulau Kepayang, Pak Atok, driver kami yang super baik hati mempersilakan duduk dan memberi tahu untuk mengambil free drink berupa kopi atau teh tawar di tengah-tengah resto.

sudah makan jadi bergas lagi (Photo by: Atanasia Riant)

Tanpa ba bi bu saya pun mengambil teh tawar panas. Iya panas, saking panasnya sampai-sampai saya 3 kali ganti gelas karena setiap dituang ke dalam gelas langsung retak gelasnya, haha. Akhirnya badan ini pun menemui kehangatan karena pelukan suami saat itu nggak cukup menghangatkan lagi. Tak berapa lama berselang, Pak Atok pun datang dengan membawa makanan lengkap dan nikmat berupa nasi, sup ayam, sate udang bakar, ikan asap, dan cah kangkung.

Kami pun hanya sebentar untuk sesi pemotretan makanan karena sudah pada lapar (tangan saya sampai gemetar motret makanan jadi ngeblur semua, haha). Akhirnya tanpa suara kami makan dengan lahap karena saking laparnya. Menu paling juara yang mampu mengobati masuk angin saya adalah sup ayamnya. Enaaakkk banget!!

(Baca juga: Menikmati Cita Rasa Kuliner dari Pulau Leebong hingga Belitung Timur)

Selesai dari Pulau Kepayang kami pun menuju Tanjung Kelayang. Rasanya lega karena badan sudah enakan. langit masih gerimis siang jelang sore itu. Kami pun membilas diri di kamar mandi belakang warung tempat kami start Hoping Island. Selesai membersihkan diri, saya masih sempat menikmati pemandangan di sekitar Tanjung Kelayang. Suasana masih mendung, tapi tetap saja terlihat bagus pemandangannya.

Saya kira selesai dari Tanjung Kelayang menyudahi perjalanan kami sore itu. Ternyata perjalanan belum selesai karena Pak Atok mengajak kami ke tempat yang tak berapa jauh dari Tanjung Kelayang untuk bertemu teman dari Ko Darmawan.

“Ada yang mau memperkenalkan oleh-oleh basah Belitung,” begitu ujar Pak Atok pada kami.

Kami pun masih samar, oleh-oleh apa yang dimaksud. Ternyata, sesampainya di lokasi yang masih satu garis pantai dengan Tanjung Kelayang kami berkenalan dengan Ko Ahao pemilik Wijaya Crab. Di belakang Ko Ahao ada karyawannya yang membawa buanyak sekali makanan berupa olahan kepiting dan cumi untuk kami nikmati. Ya Allah mungkin ini yang namanya berkah setelah kedinginan di tengah laut, haha. Kami disuguhi berpiring-piring makanan sampai nggak habis dan akhirnya harus dibungkus pulang.

Baca Juga:   Makan Seafood sambil Menikmati Pemandangan Sungai dan Laut di Bogowonto 77

(Baca juga: Liburan ke Belitung? Jangan Lupa Bawa Pulang Oleh-Oleh Ini!)

Selesai bertemu Ko Ahao, kamimelanjutkan perjalanan ke Pantai Tanjung Tinggi untuk melihat sunset. Pantai Tanjung Tinggi adalah pantai tempat syuting film Laskar Pelangi saat adegan Bu Muslimah, Ikal, dan kawan-kawan jalan-jalan itu lho. Kami pun menghabiskan waktu di Pantai Tanjung Tinggi yang masyaallah indahnya.

Sore itu matahari mulai menyembul sedikit, mengobati kepingsanan saya di tengah laut, hahaha. Saya dan suami sibuk mengabadikan momen di atas bebatuan, Manda dan Mas Elton sibuk selfie, sementara Riant dan Tomi merapat ke tukang batu satam yang memang sudah diincar buat oleh-oleh.

Sore itu pun kami habiskan di Pantai Tanjung Tinggi, melihat senja dan langit yang berubah warna dengan indahnya.

Yang mau lihat bagaimana indahnya pantai yang jadi lokasi film Laskar Pelagi ini, bisa lihat video berikut:

Perut kami sudah kenyang sore itu. Mau melanjutkan makan malam pun sudah tak sanggup. Malam itu kami pun memutuskan untuk menghabiskannya di Kedai Kopi Kong Djie (lagi). Namun kali ini kedai kopinya berbeda. Awalnya kami ingin mencoba di kedai yang asli namun karena hujan rintik masih membasahi, kami pun mencari kedai Kong Djie yang enak buat nongkrong lama. Akhirnya pilihan kami pun jatuh di kedai Kopi Kong Djie dekat Tugu Batu Satam.

Bertemu Matahari di Hari Terakhir di Belitung

Tiga hari sudah di Belitung dan matahari tampaknya masih irit dan malu-malu untuk memancarkan sinarnya. Pagi itu seperti biasa kami sarapan di restoran hotel yang sudah sepi. Sambil baca koran saya pun baru sadar kalau ternyata hari kemarin memang chaos banget di Belitung. Banjir dimana-mana dan banyak akses jalan terputus. Bahkan rombongan yang pulang kloter pertama pun (Mbak Rien, Tami, dan Mbak Dian) memberi kabar sempat bingung mencari jalan ke bandara karena akses jalan di dekat Danau Kaolin terputus karena banjir. Pesawat mereka yang sedianya berangkat sekitar pukul 15.00 baru diberangkatkan pukul 21.00. Sedangkan ada 1 pesawat dari Jakarta yang terpaksa harus kembali ke Soekarno Hatta karena cuaca buruk.

(Baca juga: Menginap di Grand Orion Hotel, Hotel dengan Pemandangan Pantai Tanjung Pendam)

Kemarin mungkin cuaca terburuk di Belitung. Saat kedinginan di tengah laut, kata Manda ternyata saat itu memang sedang badai di laut, uwoooww. Berarti saya kuat menantang badai walau sempat jackpot, hahaha. Sementara itu di jalan penghubung dari Belitung Barat ke Belitung Timur banyak yang terputus. Banyak wisatawan yang tidak mengakses ke 2 kabupaten itu. Saat tahu berita itu, saya berucap syukur sebanyak-banyaknya karena ternyata kami masih diberikan perlindungan dan keselamatan.

Tak berapa lama, Pak Atok, driver yang masih setia mengantar kami pun tiba di hotel. Hari ini jadwal kami memang sudah free, tinggal membeli oleh-oleh. Kami pun menuju mobil dan mengarah ke Pasar Tanjung Pandan, pasar terbesar di Belitung untuk mencari batu satam. Ternyata yang mau dicari tidak ada. Akhirnya kami mengarah ke sebuah toko oleh-oleh. Saya lupa nama tokonya tapi di toko itu kita bisa cobain tester makanan sebelum membelinya.

Batu Satam yang jadi icon Belitung

Karena Bulan Januari lalu saya sudah mabok oleh-oleh dari suami yang ada acara dengan pelaku UMKM Belitung, jadilah saya cuma beli kaos untuk suami, adik, dan satu tempelan kulkas khas Belitung. Lumayan ngirit lah yaa, apalagi beberapa dus kecil ketam isi masih bertengger manis di dalam tas saya dan belum sempat kemakan. Lumayan kan buat dibawa pulang.

Selesai membeli oleh-oleh kami pun menuju hotel untuk berkemas dan menitipkan barang bawaan ke resepsionis karena akan ada orang khusus yang akan mengangkut barang bawaan kami. Sambil kami berkemas dan check out di lobi, ternyata ada teman Jeffry -pemilik Picniq Tour & Travel- datang untuk mengantarkan boarding pass kami. Iya, masalah administrasi tiket kami memang sudah sekalian diuruskan dari Picniq Tour & Travel jadi nggak pusing mikirin check in lagi. Kami juga diberi kehormatan untuk tanda tangan di atas kaos Picniq Tour & Travel.

Baca Juga:   Asyiknya Liburan dengan Kemudahan Booking Tiket dan Hotel Secara Online
Merasa terhormat karena dijamu dan dilayani dengan baik (Photo by: Atanasia Riant)

Urusan dengan hotel selesai kami lalu meneruskan perjalanan menuju Pantai Tanjung Tinggi (lagi). Iya lagi karena ternyata pasangan Riant-Tomi mau berburu batu satam disana. Sementara mereka berburu, saya menuju ke bebatuan besar buat melihat pemandangan. Siang itu masyaallah sekali pemandangannya. Langit biru, cuaca cerah, matahari bersinar terang, air dan laut jernih semuanya berpadu jadi satu. Sungguh, di Pantai Tanjung Tinggi ini saya benar-benar melihat keagungan ciptaan Tuhan.

Siang itu pula akhirnya saya merasakan hangatnya matahari di Belitung setelah beberapa hari redup, terkalahkan oleh hujan, dan cuaca jadi tak menentu. Saya resapi sinarnya, biar saja walau panas dan lupa pakai sunscreen karena ini adalah anugerah. Bukan cuma anugerah buat saya, tetapi juga anugerah buat sebagian penduduk Belitung yang tertimpa musibah banjir kemarin. Sambil duduk di atas bebatuan besar di Pantai Tanjung Pandan, saya melihat indahnya lautan.

Tanpa terasa hari pun makin siang. Matahari semakin tinggi dan perut terasa keroncongan. Kami pun menyudahi sesi di Pantai Tanjung Tinggi siang itu dan bersiap ke RM Timpo Duluk untuk mengisi perut. Sambil berjalan melewati pinggiran pantai saya iseng bertanya sama Pak Atok seperti apa kondisi Belitung sebelum film Laskar Pelangi dibuat. Ternyata pariwisata Belitung masih sepi. Pantai-pantai cantik itu belum dikenal banyak masyarakat. Karena tidak ada mall di Belitung, hiburan orang di sana adalah jalan-jalan ke pantai. Kata Pak Atok setiap minggu pagi di sepanjang pantai banyak orang bahkan ramai yang berenang. Kalau sekarang sih sudah sepi karena malu kalau berenang di pantai apalagi saat banyak wisatawan.

Masyarakat Belitung mungkin patut bersyukur karena berkat film Laskar Pelangi yang booming maka pariwisata di daerah tersebut berkembang pesat. Bahkan kini sudah terkenal hingga wisatawan asing. Selain ngobrol banyak siang itu dalam perjalanan kami menuju RM Timpo Duluk, Pak Atok juga tak lupa menunjukkan pada kami beberapa tempat penting di Belitung seperti Museum Tanjung Pandan yang di dalamnya ada kebun binatang mininya.

Tak berapa lama, kami pun sampai RM Timpo Duluk untuk makan. Makan-makan ini dipersembahkan oleh Mas Elton yang memang kemarin berulang tahun. Setelah sekian lama disuguhi seafood, akhirnya di RM Timpo Duluk ini saya pun melepas rasa kangen sama daging ayam, ahahaha.

RM Timpo Duluk bukanlah tujuan terakhir kami. Masih ada Danau Kaolin yang penasaran sekali pengen kami datangi. Kemarin danau ini tidak bisa diakses karena banjir besar. Saat menuju ke danau tersebut saya masih melihat sisa batas air banjir di tembok-tembok rumah warga. Kata Pak Atok ini adalah banjir terbesar di Belitung. Alhamdulillah perjalanan kami masih lancar dari beberapa hari yang lalu.

Setelah berkendara beberapa menit, kami pun sampai di Danau Kaolin. Karena musim hujan, air danau pun berubah menjadi kebiruan. Biasanya air danau berwarna hijau saat ditimpa sinar matahari. Kami tidak bisa mendekat ke danau dan hanya bisa melihat di balik pagar kayu di atas danau. Itu saja saya sudah senang. Pasalnya, selang beberapa menit setelah kami keluar mobil dan foto-foto hujan turun kembali agak deras. Rupanya hujan masih betah singgah di Belitung. Untung beberapa jepretan sudah berhasil kami abadikan. Kami pun melanjutkan perjalanan ke Hotel Hanggar 21 lalu menuju bandara untuk pulang.

Alhamdulillah sore itu cuaca cerah sehingga penerbangan kami lancar tanpa delay. Terima kasih Belitung dan semua pihak. Akhirnya impian saya untuk menginjakkan kaki di Negeri Laskar Pelangi terkabul juga. Semoga ada kesempatan lain kelak untuk mengunjungi kembali tempat yang indah ini.

Terima kasih tak terhingga untuk:

Bapak Sugianto (@totoleebongocta)
Direktur PT Leebong Octa Samasta
Leebong Island, Belitung – Indonesia
Telp: +62 21 5438 1355 , +62 21 5438 1356
HP: +62 812 9770 0776 (WhatsApp/LINE)
www.leebongisland.com

Darmawan Zou (@darmawan_zou)
Mulia Rental Mobil Belitung (@belitungrent_muliarentalgroup)
Jalan Veteran No. 1 Tanjung Pandan – Belitung
Telp: 0878 9778 8008, 0812 7324 691, 0719 21466, 0719 21579
www.muliarentalgroup.com
Jeffry Susanto
Picniq Tour & Travel (@picniqtourtravel)
Telp: 081949555588, 081949222216
www.yourpicniq.com

9 Comments
Previous Post
Next Post
Ayomakan Fast, Feast, Festive 2023
Rekomendasi

Jelajahi Kuliner Bersama AyoMakan Fast, Feast, Festive 2023